TULISAN 1

TULISAN 1

KESEHATAN MENTAL

Intan   : “Hai, Fir!”

Fira     : “Hei, Tan!”

Intan   : “Wah udah lama yah Kita nggak ketemu. Apa kabar, Fir?”

Fira     : “Iya, udah lama Kita nggak ketemu. Alhamdulillah sehat dan sejauh ini semuanya baik – baik aja kok. Kamu sendiri bagaimana?”

Intan   : “Alhamdulillah baik juga dan pastinya selalu sehat doong.”

…………….

Ilustrasi percakapan di atas merupakan bagian dari keseharian yang seringkali Kita dengar. Coba perhatikan kata yang diberi garis bawah dalam percakapan di atas. Kalian akan menemukan kata “sehat”. Menurut kalian apa sih yang dimaksud dengan sehat? Pasti kalian akan menjawab bahwa sehat itu jasmaninya ok dan prima. Apakah cukup hanya itu saja pengertian yang wajib kita pahami? Bagaimana dengan pemahaman mengenai definisi kesehatan mental? Apakah definisi kesehatan mental mirip dengan pengertian yang sebelumnya telah diterangkan? Sehat mental itu berarti rohani atau mental yang ok dan prima. Pengertian – pengertian yang telah disebutkan tidak sepenuhnya salah dan juga tidak sepenuhnya benar. Lalu kira – kira apa definisi yang mendekati benar? Berikut akan dijelaskan secara lebih mendalam mengenai konsep sehat berikut juga dengan konsep kesehatan mental.

KONSEP SEHAT

Sehat (health) adalah konsep yang tidak mudah diartikan sekalipun dapat kita rasakan dan diamati keadaannya. Misalnya, orang yang tidak memiliki keluhan – keluhan fisik dipandang sebagai orang yang sehat. Sebagian masyarakat juga beranggapan bahwa orang yang “gemuk” adalah orang yang sehat, dan sebagainya. Jadi faktor subjektifitas dan kultural juga mempengaruhi pemahaman dan pengertian orang terhadap konsep sehat. (Notosoedirdjo, Moeljono & Latipun. 2011. Kesehatan Mental Konsep dan Penerapan. Malang: UMM Press)

Dapat dikatakan bahwa konsep sehat itu berada di wilayah abu – abu. Apakah itu maksudnya? Secara konsep, tidak ada kebenaran maupun kesalahan secara pasti mengenai konsep sehat itu sendiri. Semua tergantung dari faktor subjektifitas yang berarti pendapat individu itu sendiri mengenai apa itu arti dari sehat. Serta, faktor kultural yang juga turut memberi pengaruh terhadap persepsi dan pemahaman individu tersebut. Akan tetapi untuk menghindari kerancuan atau ketidakjelasan mengenai konsep atau definisi sehat itu sendiri, berbagai pihak yang ahli dalam bidang ini, memberikan suatu acuan untuk mempermudah masyarakat memahami konsep atau definisi sehat.  

Sebagai salah satu acuan untuk memahami konsep “sehat”, World Health Organization (WHO) merumuskan dalam cakupan yang luas, yaitu “keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan/cacat”. (Notosoedirdjo, Moeljono & Latipun. 2011. Kesehatan Mental Konsep dan Penerapan. Malang: UMM Press)

Jadi, konsep sehat itu sendiri ternyata tidak hanya dilihat dari keadaan faktor fisik yang sempurna semata, yang bebas dari penyakit ataupun cacat. Akan tetapi, dilihat juga dari sisi mental dan juga sosial. Dimana keadaan individu tersebut sempurna serta stabil secara mental dan sosial. Serta, memiliki kestabilan emosi yang berguna untuk menghadapi persoalan serta mendapat kepuasan dalam memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial demi untuk mencapai keharmonisan dan ketentraman dalam kehidupan individu tersebut.

Dari definisi atau konsep “sehat” kemudian beralih ke definisi konsep kesehatan mental. Seperti pengertian yang telah dijelaskan di atas mengenai konsep “sehat” dari WHO, dimana juga terdapat keadaan sempurna dari segi mental. Ternyata tidak jauh berbeda mengenai definisi / konsep dari “sehat mental” ataupun “kesehatan mental” dari pengertian sebelumnya. Disini sedikit dibahas pula mengenai konsep mengenai definisi / konsep dari “sehat mental” ataupun “kesehatan mental” ini

Menurut Kartini Kartono (1989: 3 – 5) dalam Higiene Mental dan Kesehatan Mental dalam Islam, secara etimologi kesehatan mental (mental hygiene) berasal dari kata ‘mental’ dan ‘hygeia’. ‘Hygeia’ adalah nama dewi kesehatan Yunani dan ‘hygiene’ berarti ilmu kesehatan, sedangkan mental berasal dari bahasa latin ‘mens’, atau ‘mentis’, yang mempunyai arti jiwa, nyawa, sukma, roh semangat mental hygiene sering disebut pula sebagai psikohygiene. ‘Psyche’ (dari kata Yunani Psuche) artinya nafas, asas kehidupan, hidup, jiwa, roh, sukma, dan semangat. (Rochman, Kholil Lur. 2010. Kesehatan Mental. Purwokerto: STAIN Press)

Jadi, dapat dikatakan bahwa kesehatan mental merupakan keadaan stabil, terhindar dari gejala – gejala gangguan atau penyakit jiwa/mental, memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan dapat mengembangkan potensi yang dimiliki untuk menghadapi tantangan dan tuntutan yang dibebankan dari lingkungan dan sekitarnya untuk mencapai keharmonisan dan ketentraman jiwa dalam kehidupan yang dijalani.

 

SEJARAH PERKEMBANGAN KESEHATAN MENTAL

Secara umum secara historis kajian kesehatan mental terbagi dalam dua periode yaitu periode pra – ilmiah dan periode ilmiah (Langgulung, 1986: 45) (Rochman, Kholil Lur. 2010. Kesehatan Mental. Purwokerto: STAIN Press)

  1. Periode Pra – Ilmiah

Sejak zaman dulu sikap terhadap gangguan kepribadian atau mental telah muncul dalam konsep primitif animisme, ada kepercayaan bahwa dunia ini diawasi atau dikuasai oleh roh – roh atau dewa – dewa. Perubahan sikap terhadap tradisi animisme terjadi pada zaman Hipocrates (460 – 467). Dia dan pengikutnya mengembangkan pandangan revolusioner dalam pengobatan, yaitu dengan menggunakan pandangan naturalisme, yaitu suatu aliran yang berpendapat bahwa gangguan mental atau fisik itu merupakan akibat dari alam. Ide naturalistik ini kemudian dikembangkan oleh Galen, seorang tabib dalam pembedahan hewan. Dalam perkembangan selanjutnya, pendekatan naturalistik ini tidak dipergunakan lagi di kalangan orang – orang kristen. Seorang dokter Prancis, Philipe Pinel (1745 – 1826) menggunakan filsafat politik dan sosial untuk memecahkan problem penyakit mental. Dia telah terpilih menjadi kepala Rumah Sakit Bicetre di Paris. Di rumah sakit ini, para pasiennya (yang maniac) dirantai, diikat di tembok dan di tempat tidur. Para pasien yang telah dirantai selama 20 tahun atau lebih atau lebih, dan mereka dipandang sangat berbahaya dibawa jalan – jalan di sekitar rumah sakit. Akhirnya di antara mereka banyak yang berhasil, mereka tidak menunjukkan lagi kecenderungan untuk melukai atau merusak dirinya sendiri. (Rochman, Kholil Lur. 2010. Kesehatan Mental. Purwokerto: STAIN Press)

  1. Periode Ilmiah

Perubahan yang sangat berarti dalam sikap dan era pengobatan gangguan mental, yaitu dari anismisme (irrasional) dan tradisional ke sikap dan cara yang rasional (ilmiah), yang terjadi pada saat berkembangnya psikologi abnormal dan psikiatri di Amerika Serikat, yaitu pada tahun 1783. Ketika itu Benyamin Rush (1745 – 1813) menjadi anggota staf medis di rumah sakit Pennsylvania. Rush melakukan usaha yang sangat berguna untuk memahami memahami orang – orang yang menderita gangguan mental dengan memberikan dorongan (motivasi) untuk mau bekerja, rekreasi, dan mencari kesenangan. (Rochman, Kholil Lur. 2010. Kesehatan Mental. Purwokerto: STAIN Press)

Perkembangan psikologi abnormal dan psikiatri ini memberikan pengaruh kepada lahirnya mental hygiene yang berkembang menjadi suatu body of knowledge berikut gerakan – gerakan yang terorganisir. Perkembangan kesehatan mental dipengaruhi oleh gagasan, pemikiran, dan inspirasi para ahli, dalam hal ini terutama dua tokoh perintis, yaitu  Dorothea Lynde Dix dan Clifford Whittingham Beers. Tahun 1909, gerakan kesehatan mental secara formal mulai muncul. Selama dekade 1900 – 1909 beberapa organisasi kesehatan mental telah didirikan, seperti American Social Hygiene Association (ASHA), dan American Federation for Sex Hygiene. Pendirian organisasi ini tak lepas dari jasa Clifford Whittingham Beers (1876 – 1943), kemudian Beliau dinobatkan sebagai “The Founder of The Mental Hygiene Movement”. Secara hukum, gerakan kesehatan mental ini mendapat pengukuhannya pada tanggal 3 Juli 1946, yaitu ketika Presiden Amerika Serikat menandatangani “The National Mental Health Act” (berisi blueprint yang komprehensif tentang program jangka panjang yang diarahkan untuk meningkatkan kesehatan mental seluruh warga masyarakat). Pada tahun 1950 organisasi kesehatan mental terus bertambah. Sampai kepada lembaga swadaya masyarakat lainnya, seperti National Committee for Mental Hygiene, dan sebagainya. (Rochman, Kholil Lur. 2010. Kesehatan Mental. Purwokerto: STAIN Press)

 

PENDEKATAN KESEHATAN MENTAL

Pendekatan kesehatan mental itu sebenarnya bermacam – macam, akan tetapi disini hanya akan dibahas dari segi ciri dari individu sebagai manusia sehat secara mental itu bagaimana. Diantaranya yaitu,

ORIENTASI KLASIK

Seseorang dianggap sehat bila ia tidak mempunyai keluhan tertentu seperti ketegangan, rasa lelah, cemas, rendah diri atau perasaan tidak berguna yang semuanya menimbulkan perasaan sakit atau rasa tidak sehat, serta mengganggu efisiensi kegiatan sehari – hari. Orientasi ini banyak dianut di lingkungan kedokteran. (Rochman, Kholil Lur. 2010. Kesehatan Mental. Purwokerto: STAIN Press)

Pada orientasi klasik ini, kesehatan mental hanya menunjuk kepada individu yang tidak memiliki keluhan tertentu secara mental yang dapat menimbulkan perasaan sakit bahkan sampai kepada mengganggu segala aktivitas keseharian yang dilakukan individu tersebut.

ORIENTASI PENYESUAIAN DIRI

Seseorang dianggap sehat mental bila ia mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan orang – orang lain serta lingkungan sekitarnya. (Rochman, Kholil Lur. 2010. Kesehatan Mental. Purwokerto: STAIN Press)

Pada orientasi penyesuaian diri ini, ukuran individu yang dikategorikan sehat secara mental apabila individu tersebut dapat menyesuaikan diri dengan segala tantangan dan tuntutan dari lingkungan dan sekitarnya. Dari penyesuaian diri tersebut, kemudian individu dapat mengembangkan diri yang sesuai dengan tantangan dan tuntutan yang menghadang.

ORIENTASI PENGEMBANGAN POTENSI

Seseorang dianggap mencapai taraf kesehatan jiwa, bila ia mendapat kesempatan untuk mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan sehingga ia bisa dihargai oleh orang lain dan dirinya sendiri. (Rochman, Kholil Lur. 2010. Kesehatan Mental. Purwokerto: STAIN Press)

Pada orientasi pengembangan potensi ini, ukuran individu yang dikategorikan sehat secara mental, dapat mencapai proses kedewasaan dimana individu tersebut dapat menghargai diri sendiri dan dihargai orang lain melalui pengembangan potensi, minat dan bakat yang ada didalam dirinya.

Leave a comment